Munawir Kamaluddin

Mengurai Tantangan Dakwah di Era Transisi (Refleksi Menyambut 1 Muharram 1446 H)

Oleh: Munawir K

Dakwah merupakan inti dari misi Islam yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW untuk menyebarkan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia.

Dalam sejarahnya, dakwah telah melalui berbagai fase dan tantangan, mulai dari era Rasulullah hingga zaman modern ini. Setiap era memiliki karakteristik dan tantangannya sendiri yang harus dihadapi oleh para dai.

Saat ini, kita berada dalam sebuah era transisi yang ditandai dengan perubahan sosial, politik, dan teknologi yang sangat cepat. Era transisi ini tidak hanya membawa kemajuan tetapi juga tantangan baru yang kompleks bagi dakwah Islam.

Teknologi informasi yang berkembang pesat, globalisasi, dan dinamika politik global menjadi faktor-faktor utama yang mempengaruhi cara pandang dan perilaku masyarakat terhadap agama dan dakwah

Era transisi ini membawa berbagai tantangan yang memerlukan pendekatan dakwah yang lebih inovatif dan relevan dengan konteks zaman.

Di antara tantangan utama yang dihadapi dalam dakwah di era ini adalah:

A. Perubahan Sosial dan Budaya

Perubahan sosial dan budaya yang cepat sering kali membuat umat Islam kesulitan untuk menyesuaikan diri tanpa meninggalkan nilai-nilai Islam.

Gaya hidup modern dan globalisasi membawa norma-norma baru yang terkadang bertentangan dengan ajaran Islam.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-A’raf (7:32):

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ

Katakanlah: ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?”

Ayat ini menekankan bahwa Islam tidak melarang umatnya untuk menikmati hal-hal yang baik dalam hidup, selama tidak melanggar syariat. Umat harus dapat menyeimbangkan antara mengikuti perkembangan zaman dan menjaga ajaran Islam.

Dalam konteks perubahan sosial dan budaya, umat Islam harus mampu mengadopsi elemen-elemen yang bermanfaat dari modernitas tanpa mengorbankan prinsip-prinsip Islam.

Dalam menghadapi masalah tersebut maka diperlukan solusi antara lain:

1. Pendidikan Agama yang Kuat

Menanamkan nilai-nilai Islam yang kokoh sejak dini melalui pendidikan agama yang baik dan benar. Ini mencakup pengajaran yang mendalam tentang aqidah, syariah, dan akhlak sehingga umat mampu menghadapi perubahan tanpa kehilangan identitas.

2. Adaptasi Kritis

Mengadopsi perubahan positif yang sejalan dengan nilai-nilai Islam dan menolak perubahan yang bertentangan dengan ajaran agama. Umat Islam harus dididik untuk berpikir kritis dan selektif dalam menerima budaya baru.

3. Peningkatan Kapasitas Da’i

Para da’i perlu dilatih untuk memahami perubahan sosial dan budaya sehingga mereka dapat memberikan bimbingan yang relevan dan efektif. Mereka harus mampu mengkomunikasikan nilai-nilai Islam dalam konteks modern dan menarik bagi generasi muda.

B. Kemajuan Teknologi dan Media Sosial

Kemajuan teknologi dan media sosial memiliki dampak ganda; di satu sisi mempercepat penyebaran informasi, di sisi lain menyebarkan konten negatif dan fitnah yang dapat merusak moral dan aqidah.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hujurat (49:6):

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman, jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Ayat ini mengajarkan pentingnya verifikasi informasi sebelum menyebarkannya. Dalam konteks media sosial, sering terjadi penyebaran hoaks dan informasi yang menyesatkan.

Umat Islam harus memahami risiko dan etika penggunaan media sosial untuk menjaga moral dan aqidah.

Dalam menghadapi aneka ragam masalah dilapangan tersebut di atas maka diperlukan beberapa langkah solutif anatara lain:

1. Literasi Digital

Meningkatkan literasi digital umat Islam agar mereka dapat menggunakan teknologi dan media sosial secara bijak. Literasi digital meliputi pemahaman tentang keamanan online, verifikasi informasi, dan etika berkomunikasi.

2. Konten Positif

Memproduksi dan menyebarkan konten-konten positif yang mengedukasi dan memperkuat iman. Konten ini bisa berupa ceramah, artikel, video, dan infografis yang menarik dan bermanfaat.

3. Etika Berkomunikasi

Menanamkan etika komunikasi yang baik di dunia maya, termasuk adab dalam berbicara dan berinteraksi. Ini mencakup menghindari ghibah, fitnah, dan ujaran kebencian.

C. Krisis Keteladanan

Krisis keteladanan terjadi ketika pemimpin atau figur publik Muslim gagal memberikan contoh yang baik, ksehingga umat kehilangan panutan yang dapat dipercaya.

Rasulullah SAW bersabda:

خِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ

“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya.” (HR. Tirmidzi)

Hadits ini menunjukkan pentingnya keteladanan dalam lingkup terkecil, yaitu keluarga. Keteladanan yang baik dimulai dari pemimpin keluarga dan meluas ke masyarakat. Ketika para pemimpin gagal menunjukkan keteladanan, umat kehilangan arah dan moralitas.

Dalam merespon krisis keteladanan ini maka upaya-upaya solutif yang dapat ditempuh antara lain:

1. Pendidikan Karakter

Menekankan pentingnya pendidikan karakter dalam setiap aspek kehidupan, baik di rumah, sekolah, maupun masyarakat. Pendidikan karakter harus fokus pada nilai-nilai kejujuran, amanah, adil, dan tanggung jawab.

2. Pemimpin yang Adil dan Amanah

Memilih dan mendukung pemimpin yang adil dan amanah, yang dapat menjadi teladan bagi umat. Ini membutuhkan proses seleksi yang ketat dan transparan, serta pengawasan yang berkelanjutan.

3. Kaderisasi Pemimpin

Melakukan kaderisasi untuk mencetak pemimpin-pemimpin muda yang memiliki integritas dan kemampuan untuk memimpin dengan baik. Program kaderisasi harus mencakup pelatihan kepemimpinan, pendidikan agama, dan pengalaman praktis.

D. Radikalisme dan Ekstremisme

Munculnya kelompok-kelompok radikal dan ekstrem mengancam persatuan umat dan citra Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Mumtahanah (60:8):

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusirmu dari negerimu. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Ayat ini menekankan pentingnya keadilan dan kebaikan dalam berinteraksi dengan orang lain, bahkan yang berbeda agama.

Radikalisme bertentangan dengan prinsip keadilan dan kasih sayang yang diajarkan Islam. Kelompok radikal sering kali menggunakan tafsiran yang sempit dan tidak sesuai dengan konteks yang lebih luas dari ajaran Islam.

Maka dalam merespon adanya gejala yang destruktif di atas maka langkah yang sebaiknya ditempuh dan dilakukan meliputi:

1. Moderasi Beragama

Menyebarkan paham moderasi beragama (wasatiyyah) yang menekankan keseimbangan dan toleransi. Moderasi beragama harus diajarkan melalui khutbah, ceramah, dan pendidikan formal.

2. Pendidikan Anti-Radikalisme

Mengembangkan kurikulum pendidikan yang mengajarkan bahaya radikalisme dan pentingnya kedamaian. Pendidikan ini harus dimulai sejak dini dan mencakup pemahaman tentang sejarah Islam, tafsir Al-Qur’an yang benar, dan kisah-kisah para nabi.

3. Kerjasama Antar Umat Beragama

Membangun dialog dan kerjasama dengan komunitas agama lain untuk menciptakan keharmonisan sosial. Ini termasuk program-program lintas agama yang mempromosikan perdamaian dan saling pengertian.

E. Globalisasi dan Sekularisme

Globalisasi dan sekularisme membawa tantangan besar dalam mempertahankan identitas Islam dalam kehidupan sehari-hari. Pengaruh budaya Barat yang sekuler sering kali bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Jumu’ah (62:9-10):

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

Rasulullah SAW bersabda:

من تشبه بقوم فهو منهم

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud)

Ayat dalam Surah Al-Jumu’ah mengajarkan keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat. Meskipun umat Islam harus aktif dalam kehidupan ekonomi dan sosial, mereka tidak boleh melupakan kewajiban spiritual.

Ini menunjukkan bahwa keseimbangan adalah kunci dalam menghadapi globalisasi dan sekularisme.

Hadits Rasulullah SAW menegaskan pentingnya menjaga identitas Islam dan tidak meniru budaya yang bertentangan dengan ajaran agama.

Globalisasi membawa berbagai pengaruh budaya yang bisa jadi positif atau negatif. Umat Islam harus cerdas dalam memilih apa yang diadopsi dari budaya global.

Karena itu upaya strategis yang relevan dilakukan dalam mengantisipasi efek buruk dari globalisasi dan sekularisme ini antara lain:

1. Penguatan Identitas Islam

Pendidikan Agama:
Pendidikan agama yang komprehensif sangat penting untuk menguatkan identitas Islam sejak dini. Kurikulum harus mencakup ajaran aqidah, syariah, dan akhlak.

Kegiatan Keagamaan:
Melibatkan anak-anak dan remaja dalam kegiatan keagamaan seperti pengajian, kemah Islam, dan program-program masjid dapat membantu menguatkan identitas mereka.

Komunitas Islami:
Membangun dan mendukung komunitas yang berbasis nilai-nilai Islam akan membantu individu untuk tetap teguh pada ajaran agama dalam lingkungan yang mendukung.

2. Adaptasi Positif

Selektif dalam Budaya:
Umat Islam harus belajar untuk selektif dalam mengadopsi elemen-elemen budaya global yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Misalnya, teknologi dan inovasi dalam pendidikan dan kesehatan bisa diadopsi, sementara budaya hedonistik harus ditolak.

Pemahaman Mendalam:
Mengedukasi umat tentang perbedaan antara nilai-nilai Islam dan nilai-nilai sekuler, sehingga mereka dapat membuat keputusan yang tepat dalam kehidupan sehari-hari.

3. Peningkatan Kapasitas Umat

Pendidikan dan Pelatihan:
Meningkatkan kapasitas umat Islam dalam berbagai bidang melalui pendidikan dan pelatihan. Ini akan membantu mereka untuk bersaing di era global tanpa kehilangan identitas keislamannya.

Pengembangan Ekonomi Islam:
Mengembangkan ekonomi Islam, seperti perbankan syariah dan bisnis halal, untuk menyediakan alternatif yang sesuai dengan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi.

4. Pemahaman dan Penelitian yang Mendalam

Penelitian Islam Kontemporer:
Mendorong penelitian dan studi yang mendalam tentang bagaimana ajaran Islam dapat diterapkan dalam konteks modern. Ini termasuk studi tentang fiqh kontemporer, ekonomi Islam, dan hukum Islam dalam konteks global.

Kerjasama dengan Akademisi:
Membangun kerjasama dengan akademisi dan institusi pendidikan untuk mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang tantangan dan solusi dalam menghadapi globalisasi dan sekularisme.

5. Penerapan Hukum Syariah

Sosialisasi Hukum Syariah:
Meningkatkan kesadaran dan pemahaman umat tentang hukum syariah dan bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini mencakup pendidikan tentang fiqh muamalah (hukum transaksi), fiqh munakahat (hukum pernikahan), dan fiqh jinayah (hukum pidana).

Integrasi Hukum Syariah:
Mengupayakan integrasi prinsip-prinsip syariah dalam sistem hukum dan peraturan yang ada, terutama di negara-negara mayoritas Muslim.

Menghadapi tantangan globalisasi dan sekularisme memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berimbang.

Dengan memperkuat identitas Islam melalui pendidikan dan komunitas, mengadopsi elemen positif dari budaya global, meningkatkan kapasitas umat, serta memahami dan menerapkan hukum syariah, umat Islam dapat mempertahankan nilai-nilai agama dalam era global yang semakin kompleks.

Pendekatan ini harus didasarkan pada dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits serta pemikiran ulama yang mendalam untuk memastikan relevansi dan efektivitasnya.

F. Materialisme dan Konsumerisme

Materialisme dan konsumerisme yang berkembang pesat di era modern dapat mengalihkan fokus umat Islam dari tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu mencari ridha Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hadid (57:20):

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”

Rasulullah SAW bersabda:

تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْخَمِيصَةِ وَالْخَمِيلَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ

“Celakalah hamba dinar dan dirham, hamba kain sutra dan beludru; jika diberi ia ridha, dan jika tidak diberi ia tidak ridha.” (HR. Bukhari).

Ayat dalam Surah Al-Hadid dan hadits ini mengingatkan umat Islam agar tidak terjebak dalam kesenangan duniawi yang bersifat sementara.

Fokus pada harta dan kekayaan dapat melalaikan dari tujuan hidup yang hakiki, yaitu mencari ridha Allah SWT. Materialisme dan konsumerisme sering kali membawa pada kepuasan yang semu dan kebahagiaan yang tidak abadi.

Dalam menangkal kuatnya arus materialisme dan mental komsumerisme, maka langkah efektif yang perlu dilakukan antara lain:

1. Pendidikan Spiritual

Kajian Al-Qur’an dan Hadits:
Menyediakan kajian Al-Qur’an dan hadits yang menekankan pentingnya kehidupan akhirat dan bahayanya cinta dunia yang berlebihan.

Program Spiritual:
Mengadakan program spiritual seperti qiyamullail, zikir bersama, dan retret keagamaan untuk memperkuat hubungan dengan Allah SWT.

2. Gaya Hidup Sederhana

Teladan Nabi:
Mengajarkan gaya hidup sederhana berdasarkan teladan Nabi Muhammad SAW yang hidup dengan penuh kesederhanaan meskipun memiliki kesempatan untuk hidup mewah.

Edukasi Masyarakat:
Mengadakan kampanye dan edukasi tentang pentingnya hidup sederhana dan manfaatnya bagi kesehatan spiritual dan mental.

3. Filantropi

Pemberdayaan Zakat: Meningkatkan pengelolaan dan distribusi zakat agar lebih efektif dalam membantu mereka yang membutuhkan.

Gerakan Infaq dan Sedekah:* Menggalakkan gerakan infaq dan sedekah untuk membangun budaya berbagi dan saling peduli.

G. Individualisme

Kecenderungan individualisme yang semakin meningkat membuat umat Islam kurang peduli terhadap kehidupan sosial dan kepentingan bersama.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hujurat (49:10):

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Karena itu, damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”

Rasulullah SAW bersabda:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kecintaan, kasih sayang, dan rasa simpati mereka adalah seperti satu tubuh; apabila satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ayat dan hadits ini menekankan pentingnya persaudaraan dan solidaritas di antara umat Islam.

Individualisme yang berlebihan dapat merusak ikatan persaudaraan dan kepedulian sosial. Individualisme bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama.

Adapun solusi yang diperlukan dalam mengatasi sifat atau mental individualisme yakni:

1. Penguatan Ukhuwah

Kegiatan Sosial:
Menyelenggarakan kegiatan sosial seperti gotong royong, bantuan kemanusiaan, dan program sosial lainnya untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah.

Forum Diskusi:
Membentuk forum-forum diskusi dan silaturahmi antar umat Islam untuk mempererat hubungan dan mengatasi perbedaan.

2. Kerjasama dan Gotong Royong

Proyek Bersama:
Mendorong pelaksanaan proyek-proyek bersama di komunitas untuk meningkatkan kerjasama dan gotong royong.

Program Kepedulian Sosial:
Mengadakan program-program kepedulian sosial seperti bakti sosial, baksos kesehatan, dan program santunan.

3. Pendidikan Sosial

Kurukum Pendidikan:
Menanamkan nilai-nilai sosial dalam kurikulum pendidikan agar generasi muda memiliki rasa tanggung jawab terhadap komunitasnya.

Pendidikan Non-Formal:
Mengadakan pelatihan dan seminar tentang pentingnya kepedulian sosial dan cara berkontribusi kepada masyarakat.

H. Krisis Moral dan Etika

Krisis moral dan etika yang melanda masyarakat modern juga mempengaruhi umat Islam. Perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam semakin banyak terjadi.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-An’am (6:151):

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُم مِّنْ إِمْلَاقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“Katakanlah: ‘Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah kepada kedua orang tua, janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan sesuatu (sebab) yang benar.’ Demikian itu diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).”

Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad).

Hadits ini menunjukkan bahwa salah satu tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak.

Krisis moral dan etika bertentangan dengan misi ini. Saat ini, banyak umat yang tergelincir dalam perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, seperti korupsi, kebohongan, dan perilaku tidak etis lainnya.

Adapun langkah-pangkah solutif yang diperlukan dalam menanggulangi persoalan di atas, antara lain:

1. Pendidikan Akhlak

Kurikulum Berbasis Akhlak:
Menyusun kurikulum pendidikan yang menekankan pada pembinaan akhlak sejak dini.

Pelatihan Akhlak:
Mengadakan pelatihan dan seminar mengenai pentingnya akhlak dalam kehidupan sehari-hari.

2. Keteladanan

Role Model:
Para pemimpin dan orang tua harus memberikan contoh akhlak yang baik kepada anak-anak dan masyarakat.

Kisah Para Nabi:
Menceritakan kisah-kisah para nabi dan sahabat yang memiliki akhlak mulia sebagai inspirasi.

3. Penerapan Hukum Islam

Hukum Hudud:
Menerapkan hukum-hukum Islam yang mengatur perilaku individu dan masyarakat untuk menjaga moralitas.

Sistem Peradilan:
Menguatkan sistem peradilan yang adil dan transparan untuk menegakkan hukum dan etika.

I. Kemiskinan dan Ketidakadilan Ekonomi

Kemiskinan dan ketidakadilan ekonomi yang masih banyak terjadi menjadi tantangan besar dalam dakwah. Kesenjangan ekonomi dapat menimbulkan rasa ketidakadilan dan kekecewaan dalam masyarakat.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hasyr (59:7):

كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنكُمْ

“Agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”

Rasulullah SAW bersabda:

مَا آمَنَ بِي مَنْ بَاتَ شَبْعَانَ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ وَهُوَ يَعْلَمُ

“Tidak beriman kepadaku orang yang kenyang sementara tetangganya kelaparan di sampingnya dan dia mengetahuinya.” (HR. Thabrani)

Ayat dan hadits ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan distribusi kekayaan yang adil dan merata. Ketidakadilan ekonomi dan kemiskinan bertentangan dengan prinsip ini. Ketidakadilan ekonomi dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial dan ketidakpuasan di kalangan ummat.

Dalam mengatasi problem ekonomi keumatan ini, maka langkah solutif yang perlu ditempuh antara lain:

1. Zakat dan Sedekah

Optimalisasi Zakat:
Mengoptimalkan pengumpulan dan distribusi zakat agar lebih efektif dalam membantu mereka yang membutuhkan.

Gerakan Sedekah:
Menggalakkan gerakan sedekah untuk membangun budaya berbagi dan saling peduli.

2. Pemberdayaan Ekonomi

Pelatihan Usaha:
Melakukan pemberdayaan ekonomi umat melalui pelatihan dan pembinaan usaha kecil.

Program Mikrofinansial:
Menyediakan program mikrofinansial untuk membantu masyarakat memulai dan mengembangkan usaha.

3. Keadilan Sosial

Kebijakan Ekonomi:
Mendorong kebijakan-kebijakan yang mendukung keadilan sosial dan pemerataan ekonomi.

Keadilan dalam Distribusi:
Meningkatkan transparansi dan keadilan dalam distribusi sumber daya dan kekayaan.

J.Konflik dan Perpecahan Internal

Konflik dan perpecahan di antara kelompok-kelompok dalam Islam menjadi hambatan besar dalam dakwah. Perselisihan antar mazhab dan kelompok sering kali menimbulkan permusuhan dan melemahkan persatuan umat.

Allah SWT berfirman dalam Surah Ali Imran (3:103):

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.”

Rasulullah SAW bersabda:

دَبَّ إِلَيْكُمْ دَاءُ الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ: الْحَسَدُ وَالْبَغْضَاءُ وَهِيَ الْحَالِقَةُ، لَا أَقُولُ تَحْلِقُ الشَّعَرَ، وَلَكِنْ تَحْلِقُ الدِّينَ

“Penyakit umat-umat sebelum kalian telah merambah ke kalian: hasad (iri hati) dan benci, dan itulah yang mencukur. Aku tidak mengatakan mencukur rambut, tetapi mencukur agama.” (HR. Tirmidzi)

Ayat dan hadits ini menekankan pentingnya persatuan di antara umat Islam. Perpecahan dan konflik internal hanya akan melemahkan kekuatan umat dan dakwah.

Perselisihan yang tidak terselesaikan dapat menyebabkan perpecahan yang lebih dalam dan merusak ukhuwah Islamiyah.

Adapun langkah-langkah strategis dan solutif yang perlu dilakukan dalam mengatasi konflik internal dan potensi perpecahan antara lain:

1. Dialog dan Rekonsiliasi

Forum Dialog:
Mengadakan dialog dan rekonsiliasi antar kelompok untuk menyelesaikan perbedaan dan membangun kerjasama.

Mediasi:
Melibatkan ulama dan tokoh masyarakat sebagai mediator dalam konflik-konflik internal.

2. Pendidikan Toleransi

Kurikulum Toleransi:
Menanamkan nilai-nilai toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan dalam kurikulum pendidikan.

Pelatihan Toleransi:
Mengadakan pelatihan dan seminar tentang pentingnya toleransi dan cara mengelola perbedaan.

3. Kepemimpinan yang Inklusif

Pemimpin Teladan:
Memilih pemimpin yang dapat merangkul semua golongan dan membangun persatuan.

Kebijakan Inklusif:
Mengembangkan kebijakan yang inklusif dan menghargai keberagaman dalam komunitas.

Kesimpulan

Tantangan dakwah di era transisi memerlukan pendekatan yang komprehensif dan holistik.

Setiap tantangan harus dihadapi dengan strategi dan solusi yang tepat, didasarkan pada ajaran Al-Qur’an dan Sunnah serta pemikiran ulama yang bijaksana.

Dengan demikian, dakwah dapat tetap relevan dan efektif dalam membimbing umat menuju kehidupan yang lebih baik, baik di dunia maupun di akhirat. [*]